Kamis, 07 Desember 2017

Isu dan Fakta tentang Gelatin (3)

Tulisan ini bagian dari paper saya yang diikutkan di lomba paper pada acara CFP Adiwidya 5 Kamil Pasca ITB Oktober lalu. Ceritanya serunya bisa dibaca di sini.
Jadi tulisan kali ini bahasanya agak sedikit ilmiah, dan menyertakan referensi dari beberapa jurnal yang disitasi.
Sebelumnya, paparan tentang gelatin bisa dibaca di sini dan di sini.

Gelatin merupakan suatu hidrokoloid penting yang banyak digunakan dalam industri pangan, farmasetik dan kosmetik.  Sifat unik dari gelatin terutama karena kemampuannya untuk membentuk gel yang termo-reversibel, dapat meleleh pada temperatur yang sangat dekat dengan temperatur tubuh, dan larut dalam air (Sarbon, Badii, & Howell, 2013). Penggunaan gelatin pada makanan, fotografi, kosmetik dan produk farmasi sebagian besar didasarkan pada sifat pembentuk gelnya. Namun, saat ini, gelatin telah digunakan juga  sebagai pengemulsi, bahan pembusa, stabilisator koloid, bahan pembentuk film biodegradable, agen pengkapsul mikro, dan juga sumber peptida bioaktif (Go'mez, 2011).


Kualitas gelatin tergantung pada sifat fisiko-kimianya.  Sifat kimia gelatin dipengaruhi oleh komposisi asam amino, yang serupa dengan kolagen induk, sehingga dipengaruhi oleh spesies hewan dan tipe jaringan (Karim & Bhat, 2009) serta metode pemrosesannya (Sarbon et al., 2013)

Gelatin dihasilkan dari hidrolisis parsial kolagen, suatu jenis protein yang banyak dijumpai pada jaringan ikat mamalia. Menurut Tronci (2010), kolagen merupakan protein yang paling besar kelimpahannya pada matriks ekstra seluler, yang dijumpai pada tendon, ligamen dan jaringan penghubung pada kulit, pembuluh darah dan paru-paru. Proses hidrolisis gelatin dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis basa yang menghasilkan gelatin tipe A atau dengan hidrolisis basa yang menghasilkan gelatin tipe B. Proses asam lebih menguntungkan karena waktu perendaman yang lebih singkat dan biaya lebih murah (Kusumaningsih et al., 2014).

Komposisi dan urutan asam amino dalam gelatin berbeda dari suatu sumber ke sumber lainnya, tetapi selalu terdiri dari sejumlah besar glisin, prolin dan hidroksiprolin. Pola ini diulang dengan urutan khas, Gly-X-Y dimana glisin adalah asam amino paling banyak kelimpahannya dalam gelatin; X dan Y sebagian besar adalah prolin dan hidroksiprolin (Hafidz & Yaakob, 2011). Tabel di bawah ini menunjukkan komposisi asam amino dalam gelatin.

Asam amino
Gelatin sapi*
Gelatin babi*
Gelatin ikan**
Alanin
33
80
12.10
Valin
10
26
2.50
leusin
12
29
2.30
Isoleusin
7
12
1.24
Phenylalanin
10
27
1.82
Menthionin
4
10
1.82
Prolin
63
151
14.32
Glisin
108
239
26.44
Serin
15
35
3.59
Threonin
10
26
3.57
Tyrosin
2
7
0.40
Asam aspartiat
17
41
6.29
Asam Glutamat
34
83
11.14
Lysin
11
27
2.51
Arginin
47
111
9.84
Histidin
-
-
0.11

Sumber: *Hafidz & Yaakob, 2011; **Monsur, Jaswir, Salleh, & Alkahtani, 2014


Keberadaan instrumen laboratorium untuk mendeteksi gelatin babi mutlak diperlukan, sehingga dapat digunakan untuk menentukan status kehalalan suatu produk. Pengembangan metode untuk deteksi dan karakterisasi gelatin babi telah dan masih terus dilakukan. Beberapa metode deteksi dan autentikasi gelatin yang telah digunakan adalah Spektroskopi (ATIR, FTIR), kromatografi (GC-MS, LC-MS, HPLC), elektroforesis, metode berbasis DNA (PCR) dan metode berbasis enzim (Enzyme linked immuno-sorbent assay, ELISA). Namun metode-metode tersebut memerlukan instrumen yang canggih, tenaga dengan keahlian khusus, biaya yang relatif mahal dan harus dilakukan di laboratorium. Apa dan bagaimana metode tersebut bekerja bisa dibaca di sini.

Referensi 
Hafidz, R., & Yaakob, C. (2011). Chemical and functional properties of bovine and porcine skin gelatin. International Food Research Journal, 817, 813–817. Retrieved from http://ifrj.upm.edu.my/18 (02) 2011/(48) IFRJ-2010-159.pdf
Monsur, H. A., Jaswir, I., Salleh, H. M., & Alkahtani, H. A. (2014). Effect of pretreatment on properties of gelatin from Perch (Lates nicotilus) skin. International Journal of Food Properties, 17, 1224–1236.
Karim, A. A., & Bhat, R. (2009). Fish gelatin: properties, challenges, and prospects as an alternative to mammalian gelatins. Food Hydrocolloids, 23(3), 563–576. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2008.07.002
Kusumaningsih, T., Suryanti, A., & Rahmat, B. (2014). Karakterisasi gelatin tulang sapi dan tulang babi. Prosiding Seminar Nasional Nutrisi, Keamanan Pangan dan Produk Halal. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sarbon, N. M., Badii, F., & Howell, N. K. (2013). Food Hydrocolloids Preparation and characterisation of chicken skin gelatin as an alternative to mammalian gelatin. Food Hydrocolloids, 30(1), 143–151. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2012.05.009
Tronci, G. (2010). Synthesis , Characterization , and Biological Evaluation of Gelatin-based Scaffolds Dissertation.

Tidak ada komentar: